4.ARTIKEL KEKERASAN
KEKERASAN YG TERJADI DISEKOLAH
Oleh: Fathuddin Muchtar
Memprihatinkan. Demikian ungkapan yang paling singkat
dan tepat diucapkan manakala kita berbicara tentang kekerasan terhadap anak di
lingkungan sekolah. Berita-berita mengenai kekerasan terhadap anak di sekolah
kerap mewarnai pemberitaan media cetak dan elektronik di Indonesia.
Memprihatinkan karena sekolah yang dibuat untuk mendidik anak-anak agar menjadi
manusia yang “memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara, justru mendapatkan perlakuan
kekerasan di lingkungan di mana dia belajar tentang moralitas, anti kekerasan
dan sebagainya.
Sekolah disinyalir tidak lagi menjadi tempat yang aman
dan nyaman bagi anak-anak. Sebagaimana dinyatakan oleh Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) bahwa sepanjang paruh pertama 2008, kekerasan guru terhadap
anak mengalami peningkatan tajam 39,6 persen dari 95 kasus KTA (kekerasan
terhadap anak), atau paling tinggi dibandingkan pelaku-pelaku kekerasan pada
anaklainnya.Ada kecenderungan, angka kekerasan terhadap anak di sekolah setiap
tahunnya mengalami peningkatan. Tidak jelas pasti, apa penyebab peningkatan
angka ini, namun yang pasti adalah anak-anak yang diharapkan menjadi pemimpin
di masa depan, menjadi korban di tangan-tangan yang seharusnya menjadi contoh
dan tauladan mereka sehari-hari. Yang sering terdengar adalah demi
mendisiplinkan anak-anak, maka dibutuhkan tindakan kekerasan. Tindakan
pendisiplinan ini sering disebutkan dengan nama corporal punishment yang
sesungguhnya berasal dari tradisi militer, yaitu penghukuman kepada copral
(pangkat rendah di dalam struktur militer) yang melakukan pelanggaran.
Guru memang bukan satu-satunya pelaku kekerasan di
sekolah. Perlakuan kekerasan juga memang kerap dilakukan oleh anak-anak
terhadap teman mereka. Hanya saja memang angkanya tidak setinggi dengan pelaku
dari kalangan guru. Juga harap diingat bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan
oleh anak, jangan sampai juga membuat kita serta merta menyalahkan anak
tersebut. Ada banyak faktor mereka (anak-anak di sekolah) berbuat kekerasan,
antara lain adalah pengaruh lingkungan dan bahkan mungkin meniru guru-guru
mereka yang juga ringan tangan terhadap murid-muridnya. Tentu tindakan
anak-anak sekolah ini juga tidak bisa dibenarkan begitu saja.
Jika melihat jenis kekerasan yang dialami oleh anak di
sekolah, setidak-tidaknya ada tiga macam, yaitu kekerasan fisik, kekerasan
psikis dan kekerasan seksual. Kekerasan fisik yag kerap kali diterima anak
mulai dari dicubit, dihukum berdiri selama jam pelajaran, ditempeleng sampai
melukai fisik dan bahkan mengakibatkan jiwa anak melayang. Seperti nasib tragis
yang menimpa Eli Daili, murid kelas V SD Ciririp I, Kabupaten Bandung Jawa
Barat. Nyawa Eli melayang diduga lantaran digebuk oleh gurunya sendiri, Hd pada
tanggal 23 Januari 2007 kekerasan fisik yang dilakukan oleh
oknum guru, dengan alasan apapun tentunya tidak dapat dibenarkan, apalagi
sampai mengakibatkan kematian muridnya.
Jenis kekerasan lainnya yang kerap diterima oleh murid
sekolah adalah kekerasan psikis. Kekerasan ini biasanya dilakukan dengan
sebatas kata-kata, akan tetapi dampaknya sangat luar biasa bagi anak. Anak-anak
dicaci maki, diumpat, dihina karena tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah,
tidak bisa menjawab pertanyaan guru dan sebagainya. Walaupun tidak menimbulkan
luka fisik, kekerasan ini juga sangat mempengaruhi kehidupan anak. Anak-anak
yang sering menerima perlakuan yang tidak selayaknya cenderung akan menjadi
anak yang pasif, malas dan tidak mau bersosialisasi.
Dua kekerasan tersebut dia atas, umumnya bersumber
dari keputusan untuk melakukan penghukuman terhadap anak, atau corporal
punishment akibat anak tidak melakukan atau melakukan tindakan yang
dianggap patut mendapatkan hukuman oleh guru.
Kekerasan lainnya yang tak kalah mengerikan adalah
kekerasan seksual yang juga dilakukan oleh oknum guru. Pada tahun 2005, kami
mendampingi 9 orang anak laki-laki yang menjadi korban pencabulan guru mengaji
mereka di wilayah Kab. Magelang Jawa Tengah. Kemudian pada tahun yang sama,
kami juga mendampingi 6 orang anak perempuan yang masih SD yang juga menjadi
korban pencabulan guru olah raga mereka di sekolah di Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah. Tidak hanya pada pencabulan, ada bahkan yang menjadi korban
pemerkosaan, seperti yang terjadi di Pekanbaru pada akhir Oktober tahun 2007
lalu. Seorang oknum guru olah raga memperkosa muridnya di mushalla dengan
alasan muridnya cantik, sehingga dia sangat tergila-gila padanya.
Situasi umum dan jenis kekerasan yang menimpa
anak-anak di sekolah membuat kita semuanya seharusnya bertanya, apa yang
terjadi dengan system pendidikan kita? Apakah ini sekedar kesalahan oknum-oknum
guru, atau kesalahan yang sudah sistemik di dalam system pendidikan yang ada?
Saya tidak bermaksud menghakimi para guru yang hadir di forum ini (dan saya
berharap tidak pernah dan akan melakukan tindak kekerasan pada muridnya). Saya
hanya menggambarkan sebuah realitas yang harus kita perhatikan bersama, demi
kelangsungan hidup dan perkembangan anak sebagaimana mestinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar